Sabtu, 08 Oktober 2011

AL-JABARIYAH


NAMA : ANWAR SADAT  (10 01 01 01 095)
PRODY          :PAI ( III E )

ALIRAN AL-JABARIYAH
I.          Sejarah Aliran Jabariyah
Kaum Jabariyah diduga lebih dahulu muncul dibandingkan dengan kaum Qadariyah, karena Jabariyah nampaknya sudah dapat diketahui secara jelas ketika Mu’awiyah Ibn Ali Sofyan (621 H) menulis surat kepada al Mughirah ibn Syu’bah (salah seorang sahabat Nabi) tentang doa yang selalu dibaca Nabi, lalu Syu’bah menjawab bahwa doa yang selalu dibaca setiap selesai shalat adalah yang artinya sebagai berikut :

Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu baginya, Ya Allah tidak ada sesuatu yang dapat menahan apa-apa yang Engkau telah berikan, tidak berguna kesungguhan semuanya bersumber dariMu ”(H.R Bukahri)[1]

            Pendapat jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyade (660-750 M). Yakni di masa keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan "Qadha dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata" Dan tidak ada unsur manusia yang terlibat didalamnya. Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini juga disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula mengatakan bahwa manusia terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan manusia ditentukan Allah semata, tidak ada campur tangan manusia.
Paham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Shufwan dari Khurasan.Ja’ad sendiri menerima paham ini dari orang yahudi di syiria. Pendapat lain menyatakan bahwa Ja’ad menerimanya dari Aban ibn Syam’an dan terakhir ini menetimanya dari Thalud ibn Asham al-Yahudi. Dengan demikian paham jabariyah berasal dari pemikiran asing.[2] Dalam perkembangan selanjutnya faham al-jabar juga dikembangkan oleh tokoh lainnya Al-Husain bin Muhammad An-Najjar dan Ja’d bin Dirrar. Mengenai kemunculan faham al-jabar ini, para ahli sejarah pemikiran mengkajinya melalui pendekatan geokultural bangsa Arab. Di antara ahli yang dimaksud adalah Ahmad Amin. Ia menggambarkan bahwa kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir Sahara memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam Sahara yang ganas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam.
Lebih lanjut, Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian, masyarakat Arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginannya sendiri. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya, mereka banyak bergantung pada kehendak alam. Hal ini membawa mereka kepada sikap fatalism.[3]
II.      Tokoh-Tokoh Aliran Al-Jabariyah
Menurut asy-Syahratsani, Jabariyah dapat dikelompokan menjadi 2 bagian,Ekstrim dan Moderat.
            Diantara pemuka Jabariyah Ekstrim adalah berikut ini:
      a. Jahm bin Shofwan
Nama lengkapnya adalah  Abu Mahrus Jahm bin Shafwan. Ia berasal dari khurasan ,bertempat tinggal di Khuffa. Ia seorang Da’I yang fasih dan lincah (orator). Ia menjabat sebagai sekertaris haris bin Surais, seorang Mawali yang menentang pemerintah Bani Umaiyah di Khurasan. Ia ditawan dan dibunuh secara politis tanpa ada kaitannya dengan Agama.
Sebagai seorang penganut dan penyebar Paham jabariyah banyak usaha yang dilakukan jahm yang tersebar keberbagai tempat,seperti ketirmidz dan balk.
Pendapat Jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah SBB:
1)      Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa.Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
2)      Surga dan neraka tidak dikekal. Tidak kekal selain Tuhan
3)      Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati.
4)      Dalam hal ini pendapatnya sama dengan konsep iman yang diajukan kaum Murjiyah.
5)      Kalam Tuhan adalah makhluk.Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia seperti berbicara,mendengar,dan melihat.

 Begitu pula Tuhan tidak dilihat dengan indra mata diakhirat kelak, jahm juga berpendapat bahwa Syurga dan Neraka tidak kekal, bagi jamh tidak ada sesuatu yang kekal kecuali Allah. Kata Khulud dalam al-quran tidak berarti kekal abadi (al-Baqa ‘ al-Mutlak), tetapi berarti lama sekali (Thul al-muks). Dengan demikian penghuni Syurga dan penghuni Neraka tidak pula kekal. Keadaan mereka di Neraka maupun di Syurga akan terputus kerena tidak ada gerak yang tidak berakhir, jamh memperkuat pendapatnya dengan ayat:
 
šúïÏ$Î#»yz $pkŽÏù $tB ÏMtB#yŠ ÝVºuq»uK¡¡9$# ÞÚöF{$#ur žwÎ) $tB uä!$x© y7/u 4 ¨bÎ) y7­/u ×j ß  
Artinya:Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi,  kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki.(QS. Hud:107)[4]

b. Ja’ad bin dirham
Al-ja’d adalah seorang Maulana bani Hakim, tinggal Di damaskus. Dia dibesarkan didalam lingkungan orang Kristen  yang senang membicarakan teologi. Semula dipercaya untuk mengajar di lingkungan pemerintah Bani umaiyah, tetapi setelah tampak pikiran – pikirannya  yang controversial, bani Umaiyah menolaknya. Kemudian Al-ja’d lari ke kufah dan disana ia bertemu dengan Jahm serta mentransper pikirannya kepada Jahm untuk dikembangkan dan disebar luaskan.
Dokterin pokok Ja’d secara umum sama dengan pikiran Jahm.  Al-Ghuraby menjelaska sbb:
1.      Al- Quran itu adalah Mahkluk. Oleh karena itu, dia baru.Sesuatu yang baru itu tidak dapat di sefatkan kepada Allah.
2.      Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan mahkluk, seperti berbicara, melihat dan mendengar.
3.      Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.

Yang termasuk Tokoh Jabariyah Moderat adalah sbb:

a. An- Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An- Najjar ( Wafat 230 H ). Para pengikutnya disebut An-Najariyah Al-hasainiyah.Diantara pendapat-pendapatnya adalah:

1). Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.Itulah yang disebut khasab dalam teori Al-asy’ary. Dengan demikian,Manusia dalam pandangan An-Najjar tidak lagi seperti wayang yang gerakannya tergantung pada dalang,sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuata-perbuatannya.
2). Tuhan tidak dapat dilihat diakhirat . akan tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa tuhan dapat saja memindahkan potensi hati ( Ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.

b. Adh-Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar Bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan husein An-Najjar, yakni bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakan dalang.Secara tegas,Dhirar mengatakan bahwa suatu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artunya perbuatan manusia,tidak hanya dilakukan oleh Tuhan, tetapi juga oleh manusia itu sendiri.
Mengenai Ru’yat Tuhan diakhirat, Dirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat diakhirat melalui indra ke enam.Ia juga berpendapat bahwa Hujjah yang dapat diterima oleh Nabi adalah Ijtihad . Hadis ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan Hukum.[5]
 III.  Pokok- pokok paham Jabariyah

Kata "Jabariyah" berasal dari kata bahasa arab "Jabara" yang artinya memaksa. Dan yang dimaksud adalah suatu golongan atau aliran atau kelompok yang berfaham bahwa semua perbuatan manusia bukan atas kehendak sendiri, namun ditentukan oleh Allah SWT. Dalam arti bahwa setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia baik perbuatan buruk, jahat dan baik semuanya telah ditentukan oleh Allah SWT dan bukan atas kehendak atau adanya campur tangan manusia.

Paham Jabariyah bertolak belakang dangan paham Qadariyah. Menurut Jabariyah, manusia tidak mempunyai kemampuan untuk mewujudkan perbuatannya, dan tidak memiliki kemampuan untuk memilih. Segala gerak dan perbuatan yang dilakukan manusia pada hakikatnya adalah dari Allah semata. Meskipun demikian, manusia tetap mendapatkan pahala atau siksa karena perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya. Paham bahwa perbuatan yang dilakukan manusia adalah sebenarnya perbuatan Tuhan tidak menafikan adanya pahala dan siksa Para penganut mazhab ini ada yang ekstrim, ada pula yang bersikap moderat. Jahm bin Shafwan termasuk orang yang ekstrim, sedangkan yang moderat antara lain adalah : Husain bin Najjar, Dhirar bin Amru, dan Hafaz al Fardi yang mengambil jalan tengah antara Jabariyah dan Qadariyah.

Para Ulama Pengikut aliran Jabariyah, berpendapat bahwa semua perbuatan yang dilakukan oleh manusia merupakan kehendak dan ketetapan Allah. Manusia tidak mempunai peran atas segala perbuatannya. Perbuatan baik dan kejahatan yang dilakukan oleh manusia merupakan Qudrat dan Iradat (kekuasaan atau kehendak) Allah. Ulama aliran Jabariyah mengesampingkan usaha dan ikhtiar manusia. Dengan kata lain manusia tidak mempunyai peran apa-apa atas kehendak dan perbuatannya, semuanya berdasarkan Qadha dan Qadar Allah, Kalau semua perbuatan manusia merupakan ketetapan dan kehendakan Allah mengapa manusia harus diberi pahala jika menjalani suatu kebaikan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran:


Artinya: " Barangsiapa ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya, Niscaya Allah memasukannya ke dalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal didalamnya; dan itulah kemenangan yang besar". (QS: 4: An-Nisa': 13)

. Allah juga akan memberikan siksa kepada hambaNya yang selalu berbuat dosa artinya tidak mau ta'at kepada Allah dan rasul-Nya. Yakni tidak mau meninggalkan semua larangan-Nya dan tidak mau menjalankan semua perintah-Nya. Sebagaimana firman Allah:

Arinya: "Dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, Niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan". (QS: 4: An-Nisaa':14)
Ciri - Ciri Ajaran Jabariyah

Diantara ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah :

  1. Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya.
  2. Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
  3. Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
  4. Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
  5. Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
  6. Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
  7. Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
  8. Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah.[6]
Jika seseorang menganut paham ini, akan menjadikan ia pasrah, tidak ada kreatifitas dan semangat untuk mengikuti perkembangan dan kemajuan masyarakat, sehingga tetap terbelakang.           




IV. Kesimpulan

        Nama jabariyah berasal  dari Jabara yang mengandung arti memaksa .Aliran jabariyah adalah suatu gerakan yang menentang kadariyah. Pembangunya adalah Jahm bin Shafwan kadang-kadang jabariyah ini juga dinamakan jahmiah. Paham utamanya adalah bahwa manusia dalam keadaan terpaksa, tidak bebas dan tidak mempunyai kekuasaan sedikitpun untuk bertindak dalam keadaan terpaksa,tidak bebas dalam mengerjakan sesuatu.Allah lah yang menentukan sesuatu itu kepada seseorang, apa yang akan dikerjakannya, yang dikehendaki oleh manusia ataupun tidak.Jadi Allah yang memperbuat segala pekerjaan manusia.dalam istilah ini paham ini disebut fatalism atau predestination.Perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan oleh semua Qada dan Qadar Tuhan.


Sabtu, 01 Oktober 2011

AL-JABARIYAH


NAMA : ANWAR SADAT  (10 01 01 01 095)
PRODY          :PAI ( III E )

ALIRAN AL-JABARIYAH
I.          Sejarah Aliran Jabariyah
Kaum Jabariyah diduga lebih dahulu muncul dibandingkan dengan kaum Qadariyah, karena Jabariyah nampaknya sudah dapat diketahui secara jelas ketika Mu’awiyah Ibn Ali Sofyan (621 H) menulis surat kepada al Mughirah ibn Syu’bah (salah seorang sahabat Nabi) tentang doa yang selalu dibaca Nabi, lalu Syu’bah menjawab bahwa doa yang selalu dibaca setiap selesai shalat adalah yang artinya sebagai berikut :

Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu baginya, Ya Allah tidak ada sesuatu yang dapat menahan apa-apa yang Engkau telah berikan, tidak berguna kesungguhan semuanya bersumber dariMu ”(H.R Bukahri)[1]

            Pendapat jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyade (660-750 M). Yakni di masa keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan "Qadha dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata" Dan tidak ada unsur manusia yang terlibat didalamnya. Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini juga disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula mengatakan bahwa manusia terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan manusia ditentukan Allah semata, tidak ada campur tangan manusia.
Paham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Shufwan dari Khurasan.Ja’ad sendiri menerima paham ini dari orang yahudi di syiria. Pendapat lain menyatakan bahwa Ja’ad menerimanya dari Aban ibn Syam’an dan terakhir ini menetimanya dari Thalud ibn Asham al-Yahudi. Dengan demikian paham jabariyah berasal dari pemikiran asing.[2] Dalam perkembangan selanjutnya faham al-jabar juga dikembangkan oleh tokoh lainnya Al-Husain bin Muhammad An-Najjar dan Ja’d bin Dirrar. Mengenai kemunculan faham al-jabar ini, para ahli sejarah pemikiran mengkajinya melalui pendekatan geokultural bangsa Arab. Di antara ahli yang dimaksud adalah Ahmad Amin. Ia menggambarkan bahwa kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir Sahara memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam Sahara yang ganas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam.
Lebih lanjut, Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian, masyarakat Arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginannya sendiri. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya, mereka banyak bergantung pada kehendak alam. Hal ini membawa mereka kepada sikap fatalism.[3]
II.      Tokoh-Tokoh Aliran Al-Jabariyah
Menurut asy-Syahratsani, Jabariyah dapat dikelompokan menjadi 2 bagian,Ekstrim dan Moderat.
            Diantara pemuka Jabariyah Ekstrim adalah berikut ini:
      a. Jahm bin Shofwan
Nama lengkapnya adalah  Abu Mahrus Jahm bin Shafwan. Ia berasal dari khurasan ,bertempat tinggal di Khuffa. Ia seorang Da’I yang fasih dan lincah (orator). Ia menjabat sebagai sekertaris haris bin Surais, seorang Mawali yang menentang pemerintah Bani Umaiyah di Khurasan. Ia ditawan dan dibunuh secara politis tanpa ada kaitannya dengan Agama.
Sebagai seorang penganut dan penyebar Paham jabariyah banyak usaha yang dilakukan jahm yang tersebar keberbagai tempat,seperti ketirmidz dan balk.
Pendapat Jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah SBB:
1)      Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa.Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
2)      Surga dan neraka tidak dikekal. Tidak kekal selain Tuhan
3)      Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati.
4)      Dalam hal ini pendapatnya sama dengan konsep iman yang diajukan kaum Murjiyah.
5)      Kalam Tuhan adalah makhluk.Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia seperti berbicara,mendengar,dan melihat.

 Begitu pula Tuhan tidak dilihat dengan indra mata diakhirat kelak, jahm juga berpendapat bahwa Syurga dan Neraka tidak kekal, bagi jamh tidak ada sesuatu yang kekal kecuali Allah. Kata Khulud dalam al-quran tidak berarti kekal abadi (al-Baqa ‘ al-Mutlak), tetapi berarti lama sekali (Thul al-muks). Dengan demikian penghuni Syurga dan penghuni Neraka tidak pula kekal. Keadaan mereka di Neraka maupun di Syurga akan terputus kerena tidak ada gerak yang tidak berakhir, jamh memperkuat pendapatnya dengan ayat:
 
šúïÏ$Î#»yz $pkŽÏù $tB ÏMtB#yŠ ÝVºuq»uK¡¡9$# ÞÚöF{$#ur žwÎ) $tB uä!$x© y7/u 4 ¨bÎ) y7­/u ×j ß  
Artinya:Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi,  kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki.(QS. Hud:107)[4]

b. Ja’ad bin dirham
Al-ja’d adalah seorang Maulana bani Hakim, tinggal Di damaskus. Dia dibesarkan didalam lingkungan orang Kristen  yang senang membicarakan teologi. Semula dipercaya untuk mengajar di lingkungan pemerintah Bani umaiyah, tetapi setelah tampak pikiran – pikirannya  yang controversial, bani Umaiyah menolaknya. Kemudian Al-ja’d lari ke kufah dan disana ia bertemu dengan Jahm serta mentransper pikirannya kepada Jahm untuk dikembangkan dan disebar luaskan.
Dokterin pokok Ja’d secara umum sama dengan pikiran Jahm.  Al-Ghuraby menjelaska sbb:
1.      Al- Quran itu adalah Mahkluk. Oleh karena itu, dia baru.Sesuatu yang baru itu tidak dapat di sefatkan kepada Allah.
2.      Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan mahkluk, seperti berbicara, melihat dan mendengar.
3.      Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.

Yang termasuk Tokoh Jabariyah Moderat adalah sbb:

a. An- Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An- Najjar ( Wafat 230 H ). Para pengikutnya disebut An-Najariyah Al-hasainiyah.Diantara pendapat-pendapatnya adalah:

1). Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.Itulah yang disebut khasab dalam teori Al-asy’ary. Dengan demikian,Manusia dalam pandangan An-Najjar tidak lagi seperti wayang yang gerakannya tergantung pada dalang,sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuata-perbuatannya.
2). Tuhan tidak dapat dilihat diakhirat . akan tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa tuhan dapat saja memindahkan potensi hati ( Ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.

b. Adh-Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar Bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan husein An-Najjar, yakni bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakan dalang.Secara tegas,Dhirar mengatakan bahwa suatu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artunya perbuatan manusia,tidak hanya dilakukan oleh Tuhan, tetapi juga oleh manusia itu sendiri.
Mengenai Ru’yat Tuhan diakhirat, Dirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat diakhirat melalui indra ke enam.Ia juga berpendapat bahwa Hujjah yang dapat diterima oleh Nabi adalah Ijtihad . Hadis ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan Hukum.[5]
 III.  Pokok- pokok paham Jabariyah

Kata "Jabariyah" berasal dari kata bahasa arab "Jabara" yang artinya memaksa. Dan yang dimaksud adalah suatu golongan atau aliran atau kelompok yang berfaham bahwa semua perbuatan manusia bukan atas kehendak sendiri, namun ditentukan oleh Allah SWT. Dalam arti bahwa setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia baik perbuatan buruk, jahat dan baik semuanya telah ditentukan oleh Allah SWT dan bukan atas kehendak atau adanya campur tangan manusia.

Paham Jabariyah bertolak belakang dangan paham Qadariyah. Menurut Jabariyah, manusia tidak mempunyai kemampuan untuk mewujudkan perbuatannya, dan tidak memiliki kemampuan untuk memilih. Segala gerak dan perbuatan yang dilakukan manusia pada hakikatnya adalah dari Allah semata. Meskipun demikian, manusia tetap mendapatkan pahala atau siksa karena perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya. Paham bahwa perbuatan yang dilakukan manusia adalah sebenarnya perbuatan Tuhan tidak menafikan adanya pahala dan siksa Para penganut mazhab ini ada yang ekstrim, ada pula yang bersikap moderat. Jahm bin Shafwan termasuk orang yang ekstrim, sedangkan yang moderat antara lain adalah : Husain bin Najjar, Dhirar bin Amru, dan Hafaz al Fardi yang mengambil jalan tengah antara Jabariyah dan Qadariyah.

Para Ulama Pengikut aliran Jabariyah, berpendapat bahwa semua perbuatan yang dilakukan oleh manusia merupakan kehendak dan ketetapan Allah. Manusia tidak mempunai peran atas segala perbuatannya. Perbuatan baik dan kejahatan yang dilakukan oleh manusia merupakan Qudrat dan Iradat (kekuasaan atau kehendak) Allah. Ulama aliran Jabariyah mengesampingkan usaha dan ikhtiar manusia. Dengan kata lain manusia tidak mempunyai peran apa-apa atas kehendak dan perbuatannya, semuanya berdasarkan Qadha dan Qadar Allah, Kalau semua perbuatan manusia merupakan ketetapan dan kehendakan Allah mengapa manusia harus diberi pahala jika menjalani suatu kebaikan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran:


Artinya: " Barangsiapa ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya, Niscaya Allah memasukannya ke dalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal didalamnya; dan itulah kemenangan yang besar". (QS: 4: An-Nisa': 13)

. Allah juga akan memberikan siksa kepada hambaNya yang selalu berbuat dosa artinya tidak mau ta'at kepada Allah dan rasul-Nya. Yakni tidak mau meninggalkan semua larangan-Nya dan tidak mau menjalankan semua perintah-Nya. Sebagaimana firman Allah:

Arinya: "Dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, Niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan". (QS: 4: An-Nisaa':14)
Ciri - Ciri Ajaran Jabariyah

Diantara ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah :

  1. Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya.
  2. Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
  3. Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
  4. Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
  5. Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
  6. Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
  7. Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
  8. Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah.[6]
Jika seseorang menganut paham ini, akan menjadikan ia pasrah, tidak ada kreatifitas dan semangat untuk mengikuti perkembangan dan kemajuan masyarakat, sehingga tetap terbelakang.           




IV. Kesimpulan

        Nama jabariyah berasal  dari Jabara yang mengandung arti memaksa .Aliran jabariyah adalah suatu gerakan yang menentang kadariyah. Pembangunya adalah Jahm bin Shafwan kadang-kadang jabariyah ini juga dinamakan jahmiah. Paham utamanya adalah bahwa manusia dalam keadaan terpaksa, tidak bebas dan tidak mempunyai kekuasaan sedikitpun untuk bertindak dalam keadaan terpaksa,tidak bebas dalam mengerjakan sesuatu.Allah lah yang menentukan sesuatu itu kepada seseorang, apa yang akan dikerjakannya, yang dikehendaki oleh manusia ataupun tidak.Jadi Allah yang memperbuat segala pekerjaan manusia.dalam istilah ini paham ini disebut fatalism atau predestination.Perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan oleh semua Qada dan Qadar Tuhan.